Manfa'at Dunia Akherat: December 2010

Tuesday, December 21, 2010

Sistem Peredaran Darah Manusia

SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA

1.      JANTUNG
Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium) yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.

Jantung terdiri atas empat ruang, yaitu : Serambi kiri, serambi kanan, bilik kiri, dan bilik kanan.Dinding jantung bagian bilik memiliki otot yang lebih tebal dibandingkan dengan dinding jantung bagian serambi.Hal ini disebbabkan kerja bilik jantung lebih berat, yaitu memompa darah keseluruh tubuh.


Ada tiga tahap kerja jantung, yaitu sebagai berikut:
·        Tahap pertama          ; serambi jantung mengembang, darah masuk ke serambi.
·        Tahap kedua             ; serambi menguncup dan darah dari serambi masuk ke dalam bilik.
·        Tahap ketiga              ; bilik menguncup dan darah keluar dari bilik jantung.

Fungsi jantung pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.
Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan.

Peredaran Darah Jantung
Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan.
Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner.
Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.

2.      PEMBULUH DARAH
v    Pembuluh nadi (Arteri) adalah pembuluh darah yang membawa darah dari jantung dan menanggung tekanan darah yang paling tinggi. Letaknya agak dalam; tersenbunyi dari permukaan tubuh.Dinding pembuluh nadi kuat dan elastis. Kelenturannya membantu mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung. Arteri yang lebih kecil dan arteriola memiliki dinding berotot yang menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan aliran darah ke daerah tertentu. Denyutnya terasa,misalnya dipergelangan tangan/leher,dan mempunyai satu didekat jantung.Katup berfungsi menjaga agar darah tidak mengslir kembali ke jantung.


v    Pembuluh balik (Vena) adalah pembuluh darah yang membawa darah menuju jantung Letaknya dekat permukaan kulit dan tampak kebiri-biruan. Denyut pembuluh balik tidak terasa.  Pembuluh ini  memiliki dinding yang tipis dan tidak elastis, tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada arteri, sehingga vena mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. Pembuluh balik mempunyai katup disepanjang penbuluh nya. Katup ini berfungsi agar aliran darah di pembuluh darah balik.

 Pembuluh balik terdiri atas pembuluh balik tubuh dan pembuluh balik paru-paru.
a)     Pembuluh balik tubuh
pembuluh ini kaya dengan  gas karbon dioksida dan miskin oksigen.Darah dari seluruh pembuluh balik yang berada di tubuh bagian atas, yaitu dari kepala dan kedua tangan, akan berkumpul menjadi satu di pembuluh balik besar atas (vena cava superior). Darah dari pembuluh balik yang berada di seluruh tubuh bagian bawah, yaitu dari badan dan kedua kaki, akan berkumpul menjadi satu di pembuluh balik besar bawah (vena cava inferior).
b)     Pembuluh balik paru-paru
Pembuluh balik paru-paru atas pembuluh balik paru-paru kiri dan kanan. Pembuluh balik paru-paru kiri mengangkut darah dari paru-paru kiri. Pembuluh balik paru-paru kanan mengangkut darah dari paru-paru kanan. Keduanya bersatu menuju jantung bagian serambi kiri. Pembuluh balik paru-paru ini mengangkut darah yang kaya dengan oksigen.
v    Saluran limfe, struktur pembuluh limfe  yang hampir sama dengan pembuluh darah tepi memiliki lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe terlihat seperti rangkaian merjan.Saluran limfe mengumpulkan, menyaring, dan menyalurkan kembali cairan limfe ke dalam darah yang keluar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Saluran limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai organ terutama dijumpai dalam vili usus.

Peredaran darah
·        Peredaran darah kecil
Pembuluh darah pada peredaran darah kecil, terdiri atas: Arteri pulmonalis dan Vena pulmonalis. Peredaran darah kecil, darah dari jantung ventrikel destra à valvula semilunaris à arteri pulmonalis à paru-paru kiri dan kanan à vena pulmonalis.



·        Peredaran darah besar
Pembuluh darah pada peredaran darah besar, terdiri atas: Aorta. Peredaran darah besar, darah dari jantung bagian ventrikel sinistra à valvula semilunaris aorta à aorta à arteri à arteriole à kapiler arteri à kapiler vena à venolus à vena kava à atrium dekstra.



3.      GETAH BENING ( LIMFA)
Getah bening merupakan bagian dari sistem transportasi pada manusia. Limfa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen didaerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9; -10; dan -11, limfa berdekatan pada fudus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Limfa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar dari vena lienalis pada vena porta. Darah dari limfa tidak langsung menuju jantung tetapi terlebih dulu ke hati. Pembuluh darah masuk dan keluar melalui hilus yang berada di permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarahi pulpa sehingga darah bercampur dengan unsur limfa.
Getah bening (limfa) berfungsi sebagai gudang darah seperti hati, sebagai pabrik-pabrik sel darah, sebagai tempat penghancuran eritrosit, dan menghasilkan zat antibodi.


Sistem peredaran limfa terdiri atas cairan limfa, pembuluh limfa, dan kelenjar limfa.
a)     Cairan Limfa (Getah Bening)
Cairan limfa (getah bening) adalah plasma darah yang keluar dari pembuluh kapiler darah kemudian masuk ke dalam ujung pembuluh limfa yang terbuka. Cairan limfa berwarna kekuningan dan berisi sel darah putih yang berfungsi mematikan kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh manusia.
b)     Pembuluh Limfa dan Kelenjar Limfa
Pembuluh limfa terletak di sela-sela otot. Pembuluh ini bermula dari pembuluh yang besar kemudian bercabang-cabang menjadi cabang yang halus. Melalui cabang-cabang ujug pembuluh yang terbuka cairan jaringan tubuh masuk ke dalam pembuluh limfa.
Pembuluh limfa di bedakan atas dua macam, yaitu: pembuluh limfa kanan dan pembuluh limfa dada.
            Kelenjar limfa berstruktur rongga-rongga kecil seperti spons. Cairan limfa yang masuk ke dalam kelenjar akan di saring atau dibersihkan dari bakteri dan benda lainnya. Kelenjar limfa mengandung banyak sel darah putih. Sel-sel inilah yang menghancurkan bakteri dan benda-benda asing lainnya. Fungsi kelenjar limfa untuk mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut. Kelenjar limfa terdapat pada pangkal paha, ketiak, dan leher.


5


4.      DARAH
Darah merupakan suatu jaringan tubuh yang terdapat pada pembuluh darah yang warnanya merah yang terdiri atas dua bagian.Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya O2 dan CO2 didalamnya. Darah yang banyak mengandung CO2 warnanya merah tua.
Adanya O2 dalam darah diambil dengan jalan bernafas,dan zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran/ metabolisme dalam tubuh.Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyaknya kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.
Tentang viskositas/kekentalan dari pada darah lebih kental dari pada air, yaitu: mempunyai BJ 1,041-1,067 dengan temperatur 38o C dan Ph 7,37-7,45.
Fungsi darah yaitu:
·        Sebagai alat pengangkut
·        Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibody/ zat antiracun
·        Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Bagian-bagian darah:
o       Air              :  91%
o       Protein      :  3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinogen).
o       Mineral     : 0.9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium, dan zat besi).
o       Bahan organik     :  0.1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol, dan asam amino).
Darah terdiri dari dua bagian yaitu:
a.      Sel-sel darah,ada 3 macam yaitu:
Ø     Eritrosit (sel darah merah)
Bentuk seperti cakram/bikonkaf dan tidak mempunyai inti, ukuran diameter kira-kira 0.007 mm, tidak dapat bergerak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam mm3 , warna kuning kemerah-merahan. Fungsinya, mengikat O2 dari paru-paru untuk di edarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.





Ø     Leukosit (sel darah putih)
Bentuk dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya, wananya bening (tidak berwarna), banyaknya dalam 1 mm3 darah kira-kira 6000-9000. Fungsinya sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan sistem retikuloendotel, tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe; Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah.
Ø     Trombosit (sel pembeku darah)
Merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat ada yang lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-300.000 per mm3 . Fungsinya memegang peran penting dalam pembekuan darah. Trombosit lebih dari 300.000 di sebut trombositosis, kurang dari 300.000 di sebut trombositopenia.
b.     Plasma darah
Bagian cairan yang membentuk sekitar 5% dari berat badan merupakan media sirkulasi elemen-elemen darah yang membentuk sel darah merah, sel darah putih, sel pembeku darah juga sebagai media transportasi bahan organic dan anorganik dari suatu organ/jaringan. Hampir 90% plasma darah terdiri dari air, di samping itu terdapat pula zat-zat lain yang terlarut didalamnya (misalnya zat makanan, antibody, dll).



















7

Kesimpulan:

1.      Sistem peredaran terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan Getah Bening(limfa).
2.      Jantung,merupakan organ pemompa yang besar yang memelihara peredaran melalui seluruh tubuh.
3.      Peredaran darah jantung: Vena kava superior & inferior, mengalirkan darah à antrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis, membawa darah dari ventrikel dekstra à paru-paru (pulmo). Vena pulmonalis, membawa darah dari paru-paru àatrium sinistra. Aorta, membawa darah dari fentrikel à seluruh tubuh.
4.      Pembuluh darah terdiri dari pembuluh darah arteri, vena, dan limfe.
5.      Pembuluh vena terdiri atas pembuluh balik tubuh dan paru-paru.
6.      Peredaran darah terbagi menjadi dua: peredaran darah kecil dan peredaran darah besar.
7.      Peredaran darah kecil,darah dari jantung ventrikel dekstra à valvula semilunaris à arteri pulmonalis à paru-paru kiri dan kanan à vena pulmonalis.
8.      Peredaran darah besar, darah dari jantung bagian ventrikel sinistra à valvula semilunaris aorta à aorta à arteri àarteriole à kapiler arteri à kapiler vena à venolus à vena kava à atrium dektra.
9.      Getah bening (limfa) menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis pada vena porta.
10. Darah merupakan cairan dalam tubuh yang berwarna merah, terdiri dari plasma darah, eritrosit, leukosit, dan trombosit.

HERPES GENETALIS PADA IMUNOKOMPROMAIS


Pendahuluan
Infeksi herpes simpleks adalah kelainan pada daerah orolabial (herpes orolabialis) serta daerah genital dan sekitarnya (herpes genetalis) yang disebabkan oleh Herpes simplex virus (HVS) dengan gejala khas berupa vesikel berkelompok diatas dasar eritema, dan bersifat rekurens. Diantara kedua bentuk klinis infeksi herpes ini, herpes genitalis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang perlu mendapat perhatian. Hal ini disebabkan karena sifat penyakitnya yang sukar disembuhkan dan sering bersifat rekurens. Selain itu penyakit ini juga menjadi masalah karena transmisi virus dapat terjadi dari penderita yang asimtomatik, pengaruhnya terhadap kehamilan dan bayi/janin dalam kandungan, pengaruh pada penderita imunokompromais, dapak kejiwaan, serta kemungkinan timbulnya resistensi virus.
Imunokompromais adalah suatu keadaan menurunnya status imun seseorang baik status imun hormonal atau seluler, atau keduanya hingga berakibat sangat rentan tehadap infeksi. Keadaan Imunokompromais ini ditemukan pada orang ta, penderita yang mendapat erapi sitostatik/radioterapi, penerima transplantasi sumsum tulang, transplantasi organ, penderita dengan infeksi HIV, penyakit Hodkins, leukemia, limfoma atau dengan keganasan lain. Karena status imunnya berbeda dengan imunokompeten, maka penatalaksanaan infeksi herpes genetalis pada keadaan imunokompromais juga berbeda, termasuk pada wanita hamil.

Etiologi
Herpes genetalis terutama disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 (HSV-2). Tergantung dari cara berhubungan seksual maka herpes genital dapat disebabkan ole HVS-1, sebaliknya herpes labialis juga dapat disebabkan oleh HSV-2. Pada penelitian sero-epidemiologik terhadap antibodi HSV-2 sulit untuk dinilai oleh karena terdapat reaksi silang antara respons imun humoral HSV-2 dan HSV.
Dari data yang dikumpulkan WHO dapat ditarik kesimpulan bahwa antbodi terhadap HSV-2 rata-rata baru terbentuk setelah adanya aktivitas seksual. Pada kelompok remaja didapatkan kurang dari 30%, pada kelompok di atas umur 40 tahun naik sampai 60%, dan pada pekerja seks wanita (PSK) ternyata antibodi HSV-2 sepuluh kali lebih tinggi daripada orang normal.

Epidemiologi
Secara umum risiko mendapatkan infeksi herpes genetalis dapat dihubungkan dengan beberapa hal :
-         Keaktifan seksual yang bertambah
-         Umur muda pada saat pertama kali melakukan hubungan seks
-         Kenaikan umur penderita
-         Bertambahnya jumlah partner seks secara bermakna.

Patogenesis
Pada keadaan imunokompeten bila seseorang terinfeksi HSV, maka manifestasinya dapat berupa episode I (lesi inisial) infeksi primer, episode I (lesi inisial) non-primer, lesi rekurens, asimtomatik atau terjadi infeksi yang tidak khas (atipik). Sedangkan pada kedaan imonokompromais lesi inisial (lesi primer) jarang terjadi, lebih sering berupa lesi rekuren atau atipik. Pada episode I lesi primer, virus yang berasal dari luar, masuk ke dalam tubuh hospes. Terjadi penggabungan dengan DNA hospes di dalam tubuh hospes tersebut, kemudian mengadakan multiplikasi/replikasi, serta menimbulkan kelainan pada kulit. Pada waktu itu hospes sendiri belum ada antibodi spesifik, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional (ganglion sakralis), dan berdiam di sana serta bersifat laten.
Pada episode I non-priomer, infeksi sudah lama berlangsung tetapi belum menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti sehingga pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer.
Pada keadaan laten bila suatu waktu ada faktir pencetus (trigger factor), virus akan mengalami retrivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah lesi rekurens. Pada saat itu di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat waktu infeksi primer. Rekurensi pada imunokompromais walaupun penderita sudah mempunyai antibodi spesifik terhadap HSV akan tetapi karena keadaan status imun yang menurun antibodi tersebut tidak dapat memberikan pertahanan, sehingga gejala yang timbul akan lebih berat bahkan lebih berat dibandingkan dengan lesi primer yang terjadi pada waktu keadaan imunokompeten.

Gejala Klinis
Manifestasi klinis dapat dipengaruhi oleh faktor hospes termasuk status imun penderita, pajanan HSV sebelumnya, episode terdahulu, dan tipe virus. Masa inkubasi umumnya berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat berat, tetapi juga asimtomatik terutama bila lesi ditemukan di daerah serviks. Pada penelitian retrospeksi 50-70% infeksi HSV-2 adalah simtomatik.
Beberapa jam sebelum timbulnya lesi biasanya didahului rasa terbakar dan gatal di daerah lesi yang terjadi. Setelah lesi timbul dapat disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri otot. Lesi pada kulit berbentuk vesikel berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel ini mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel. Masa pelepasan virus (viral shedding) terjadi kurang lebih 12 hari. Masa viral shedding ini sangat menentukan potensi penularan dan pengambilan bahan sediaan untuk pemeriksaan biakan. Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan terjadi secara bertahap dalam waktu kurang lebih 18 sampai 20 hari tetapi bila ada infeksi sekunder penyembuhan memerlukan waktu lebih lama dan meninggalkan jaringan perut.
Lesi rekuren dapat terjadi dengan cepat atau lambat, sedangkan gejala yang timbul biasanya lebih ringan, karena telah ada antibodi spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat, viral shedding berlangsung kurang lebih 5 hari. Sebagaimana telah disebutkan diatas, lesi inisial dan rekurens dapat juga berlangsung tanpa gejala. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya antibodi terhadap HSV pada orang tanpa riwayat penyakit herpes genetalis sebelumnya.
Terdapatnya antibodi terhadap HSV-1 menyebabkan infeksi HSV-2 lebih ringan. Hal ini memungkinkan infeksi inisial HSV-2 berjalan asimtomatik pada penderita yang pernah mendapat infeksi HSV-1. Penelitian terakhir membuktikan bahwa rekurensi HSV-2 lebih sering terjadi daripada HSV-1. Umumnya paa tahun pertama setelah lesi inisial rekurensi terjadi lebih sering (4-5 kali), dan untuk tahun berikutnya lebih jarang.
Disamping itu dikenal juga istilah asimtomatik, berupa keadaan tanpa gejala atau terdapat gejala namun sukar diketahui lokasinya (misalnya di serviks), akan tetapi pada pemeriksaan serologi didapatkan antibodi HSV, dan keadaan ini ditemukan pada ± 20% kasus.
Juga dikenal lesi atipik (± 60%) dengan gambaran lesi yang tidak khas sehingga tidak di duga sebagai genetalis, tetapi pada pemeriksaan serologi didapatkan antibodi HSV. Keadaa asimtomatik dan atipik ini berpotensi untuk transmisi virus khususnya pada saat viral shedding.
Pada keadaan imunokompromais kelainan yang ditemukan cukup progresif berupa ulkus yang dalam di derah orolabial atau anogenital baik berupa lesi episode I atau dalam keadaan rekurensi, sehingga skar dikontrol dengan terapi standar.
Sering ditemukan les satelit dan biasanya viral shedding juga berlangsung lebih lama. Daerah dengan replikasi HSV-1/2 tersering adalah perirekat, orofasial, orogenital dan jari-jari, sehingga spektrum infeksi HSV dapat berupa :
-         Infeksi perianal
-         Herpes anogenital
-         Proktitis
-         Perioral/ fasial herpes
-         Kunjungtivitis/ keratitis
-         Aseptik meningitis / esepalitis
-         Herpetik withlow
-         Infeksi pada organ dala seeprti paru-paru, esofagus, adrenal, hear, pankreas, usus kecil, usus besar dan ginjal.
Pada infeksi HIV biasanya asikovir masih sensitif, akan tetapi pada imunokompromais lesi rekurens lebih sering terjadi (95%), dengan gejala yang lebih berat, lebih lama, dan berpotensi untuk terjadinya infeksi secara diseminata.
Pada lebih dari 70% penerima transplantasi sumsum tulang dan ginjal dengan riwayat seropositif HSV ternyata mengalami rekurens dalam masa 1 bulan setelah transplantasi. Reaktivitasi tersering adalah pada lesi di rongga mulut (85%), genital (10%), orogenital (5%). Lesi pada mukosa rongga mulut biasanya berat dan mudah terinfeksi bakteri/jamur, sehingga sering ditemukan esofangitis oleh karena jamur.
Frekuensi reaktivasi HSV pada keadaan imunokompromais berbeda-beda, contohnya pada resipien transplantasi sumsum tulang seropositif (70-82%), leukemia akut dengan kemoterapi (60-70%) dan limfoma (50%). Waktu penyembuhan lesi rekurensi juga berbeda antara imunokompeten (7-10 hari) dengan imunokompromais (28-43 hari). Kadang-kadang juga ditemukan lesi atipik.
Hubungan antara infeksi HSV dan infeksi HIV dapat terjadi dalam beberapa kemungkinan :
1.      Infeksi HIV menimbulkan keadaan imunokompromais, hal ini menyebabkan rekurensi episodik infeksi HSV lebih sering.
2.      Infeksi HSV sendiri memudahkan untuk terjadinya infeksi HIV.
3.      Reaktivitas infeksi HSV juga memudahkan replikasi HIV.
Secara epidemiologi infeksi HSV meningkatkan transmisi HIS 5-9 kali. Oleh karena itu penanganan infeksi HSV pada penderita dengan HIV perlu perhatian khusus.
Dari beberapa penelitian ternyata lebih dari 90% orang dengan infeksi HIV juga terinfeksi dengan HSV-1/2 atau keduanya. Seringnya terjadi viral shedding pada HSV berkaitan dengan rendahnya CD-4 penderita HIV (< 200/mm). Pada penderita HIV dengan CD-4 < 200 ternyata 2,5 kali lebih sering ditemukan reaktivasi HSV dibandingkan dengan CD-4 > 500/mm.
Oleh karena itu bila ditemukan infeksi HSV dalam bentuk: 1) infeksi yang berat, 2) sering rekurens, dan 3) timbul lesi pada tempat yang biasa atau multi fokal, perlu dipikirkan adanya keadaan imunokompromais.

Pemeriksaan Laboratorium
Penanganan kasus herpes genetalis, dimulai dengan menegakkan diagnosis, yang bila memungkinkan ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem, dan bersifat rekurens.
Pemeriksaan laboratorium paling sederhana adalah tes Tzank diwarnai dengan pengecatan Giems atau Wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensivitas dan spesivitas pemeriksaan ini umumnya rendah.
Pada pemeriksaan langsung dengan mikroskop elektron, hasilnya sudah dapat dilihat dalam waktu 2 jam, tetapi tidak spesifik, karena dengan teknik ini jenis virus herpes tidak dapat dibedakan.
Cara yang paling baika dalah dengan melakukan kultur jaringan, karena lebih sensitif dan spesifik dibandingkan cara-cara lain. Bila titer virus dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat dilihat dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat dilihat dalam jangka waktu 24-48 jam. Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan dengan terjadinya granulasi sitoplasmik, degenerasi balon, dan sel raksasa berinti banyak. Namun cara ini memiliki kekurangan dalam lamanya waktu pemeriksaan dan biaya yang mahal.
Untuk kasus dengan imunokompromais pemeriksaan dengan cara kultur ini paling dianjurkan mengingat sebagian besar kasus dengan gejala yang tak khas dan juga jumlah virus lebih banyak ditemukan.
Masih ada sejumlah tes untuk mendeteksi antigen HSV dengan harapan diagnosis lebih cepat ditegakkan dibandingkan dengan kultur. Tes ini dilakukan secara imunologik memakai antibodi poliklonal atau monoklonal, misalnya teknik pemeriksaan imunofluoresensi, imunoperoksidase, dan ELISA. Deteksi antigen secara langsung dari spesimen sangat potensial, cepat dan dapat merupakan deteksi paling awal pada infeksi HSV.
Pemeriksaan imunoperoksidase tak langsung dan imunofluoresensi langsung memakai antibodi poliklonal memberikan kemungkinan hasil positif palsu dan negatif palsu. Dengan memakai antibodi monoklonal pada pemeriksaan imunofluoresensi, dapat ditentukan tipe virus. Pemeriksan imunofluoresens memerlukan tenaga yang terlatih, dan mikroskop khusus. Pemeriksaan antibodi monoklonal dengan cara mikroskopik imunofluoresen tak langsung dari kerokan lesi, sensivitasnya 78% sampai 88%.
Pemeriksaan imunoperoksidase tak langsung dan imunoflouresensi langsung memakai antibodi poliklonal memberikan kemungkinan hasil positif palsu

SISTEM ENDOKRIN


Endokrinopati bertujuan untuk meminta perhatian pada gangguan-gangguan endokrin yang dapat diidentifikasi pada saat lahir atau selama usia satu bulan pertama.
kekerdilan akibat kelainan kelenjar hipofisis biasanya tidak tampak pada saat lahir, walaupun bayi laki-laki dengan panhipopituitari dapat datang dengan hipoglikemia neonatus dan mikropenis.
Defisiensi tiroid saat lahir dapat terlihat jelas pada kretinisme genetik atau pada bayi-bayi dari ibu-ibu yang diobati dengan tiourasil atau derifatnya selama kehamilan. Konstipasi ikterus yang lama, lesu atau sirkulasi perifer yang jelek seperti yang diperhatikan oleh burik kulit yang menetap atau tungkai dingin akan memberi kesan kreatinisme.
Hipertiroidisme sementara pada saat lahir dapat terjadi pada bayi pada ibu dengan hipertiroidisme atau yang sedang mendapat pengobatan tiroid.
Hipoparatiroidisme sementara dapat bermanifestasi sebagai tetani pada bayi baru lahir.
Kelenjar adrenal merupakan sasaran dari banyak gangguan yang dapat menjadi nyata dan memerlukan pengobatan untuk menyelamatkan jiwa selama masa neonatus. Perdarahan dan kegagalan adrenal akut dalam keadaan traumatis lain atau dalam kaitannya dengan infeksi berat.
Hiperplasia adrenokortikal terkesan dari muntah, syok, dehidrasi, hiperkalemia, hiponakremia, syok, atau pembesaran klitoris. Kelenjar adrenal hipolastik kongenital juga dapat menimbulkan insufisiensi adrenal selama usia beberapa minggu pertama. Diabetes mellitus jarang tejadi dan hanya ditemukan pada bayi baru lahir. Diabetes ini iasanya muncul sebagai dehidrasi, kehilangan berat badan atau asidosis pada bayi yang kecil menurut umur kehamilannya.



1.      BAYI DARI IBU DIABETES
Ibu diabetes mempunyai insiden polihidramnion, pre eklamsi, piolonefritis, kelainan preterm dan hipertensi kronik yang tinggi angka mortalitas janinnya, yang tinggi pada semua umur kehilangan terutama sesudah 32 minggu lebih besar dari angka mortalitas janin dari ibu non diabetes. Ibu diabetes melahirkan bayi dengan berat badan yang sangat berat pada semua umur kehamilan dan jika ada komplikasi dengan penyakit vaskuler, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah pada kehamilan 37 minggu sampai 40 minggu. Angka mortalitas neonatus melebihi 5 kali angka mortalitas bayi dari ibu non diabetes dan lebih tinggi pada semua umur kehamilan dan pada setiap berat badan lahir menurut kategori kehamilan.
PATOFISIOLOGIS
Tanda-tanda patologis yang ditemukan adalah hipertrofi dan hiperplasia pulau-pulau pankreas dengan penambahan jumlah sel β yang tidak seimbang. Penambahan berat plasenta dan organ bayi kecuali otak, hipertrofi miokardium, penambahan jumlah sitoplasma dalam sel hati, dan hematopoesis ekstramerular.
Hiperinsulinisme menimbulkan asidosis janin yang dapat mengakibatkan kenaikan angka lahir mati. hipersulinemia telah dibuktikan terdapat pada bayi yang ibunya menderita diabetes selama hamil dan pada bayi yang ibunya menderita diabetes tergantung insulin tanpa anti bodi dan hormon pertumbuhan manusia normal. Anomali genital berkorelasi dengan pengendalian metabolik yang jelek dan dapat disebabkan teratogenisis akibat hiperglikemia.
Bayi dari ibu diabetes, bayinya cenderung “gelisah” gemetar, dan mudah terangsang selama usia 1 hari pertama, walaupun hipotonia, lesu, dan daya isap jelek dapat juga terjadi.
Sekitar 75% bayi dari ibu diabetes dan 25% bayi dari ibu yang menderita hipoglikemia. Bayi yang menderita hipoglikemia menjadi lebih besar dan kadar glukosa mungkin lebih rendah pada tali pusat yang lebih dekat ke plasenta atau kadar glukosa darah ibu sewaktu puasa.
Banyak bayi dari ibu yang diabetes menderita takipnea selama usia 5 hari, yang dapat merupakan manifestasi sementara dari hipoglikemia, hipotermia, polisitemia, gagal jantung, takipnea sementara atau edema otak karena trauma lahir atau asfiksia.
Perkembangan neurologis dan pusat osikfikasi cenderung menjadi imatur dan berhubungan dengan besar otak dan umur kehamilan bukan dengan berat badan total. ada juga kenaikan insidens hiperbilirubinemia, polisitemia dan trombosis vena renalis, trombosis vena renalis harus harus di curigai bila ada massa dipanggul, hematuria, dan trombositopenia.

2.      HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia timbul bila kadar glukosa serum secara bermakna lebih rendah dari pada kisaran bayi normal sesuai usia pasca lahir. Walaupun hipoglikemia dapat didefinisikan karena adanya manifestasi neurologi (lesu, koma, apnea, kejang-kejang) atau manifestasi simpatomimetik (pucat, palpitasi diaforesis) yang responsif terhadap glukosa, banyak neonatus dengan kadar glukosa serum rendah yang asimtomatik, sedangkan bayi yang kadar glukosanya normal dapat memperlihatkan tanda-tanda hipoglikemia non spesifik.
insiden hipoglikemia bervariasi menurut definisi, populasi, metode dan waktu pemberian makan dan tipe pemeriksaan glukosa. Prematuritas, hipotermia, hipoksia, diabetes ibu, infus glukosa pada ibu dalam persalinan, dan retardasi pertumbuhan intrauteri menambah insiden hipoglikemia. Kadar glukosa serum menurun sesudah lahir sampai usia 1-3 jam, ketika kadar glukosa secara spontan naik pada bayi normal.
Empat kelompok patofisiologi bayi neonatus yang berisi KO tinggi untuk menderita hipoglikemia adalah :
a.       Bayi-bayi dari ibu yang menderita diabetes melitus atau diabetes selama kehamilan.
b.      Bayi-bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauteri atau bayi-bayi preterm
c.       Bayi yang amat imatur atau saat berat dapat menderita hipoglikemia karena kenaikan kebutuhan metabolik tidak seimbang dalam penyimpanan subtrat dan kalori yang tersedia.
d.      Kadang-kadang bayi dengan defek metabolik genetik atau primer, seperti galaktosemia, penyakit penyimpanan klikagen, intoleransi fruktosa, asimia dropinant, asidemia metilmalonat, tirosemia, penyakit urin sirup maple, dan defisiensi aetil-COA dehidrogenase rantai – panjang atau medium juga mungkin terjadi.

GANGGUAN METABOLIK




1.      HIPERTERMIA PADA BAYI BARU LAHIR (Demam Sementara Pada Bayi Baru Lahir, Demam Dehidrasi)
Kenaikan suhu (38-390 C atau 100-1030F) kadang-kadang ditemukan pada umur hari ke-2 – ke-3. gangguan ini bisa terjadi pada bayi minum ASI yang masukan cairannya sangat rendah, atau pada bayi yang terpajan suhu lingkungan yang tingi, juga pada bayi-bayi yang berada di dalam incubator atau keranjang bayi (buaian) yang dekat ke pemancar panas (radiator) atau di bawah sinar matahari.
Bayi itu bisa gelisah dan dapat mengalami penurunan berat badan yang cepat. curah urin dan frekuensi berkemih (kencing) menurun, kulit dapat kehilangan elastisanya dan ubun-ubunnya dapat cekung.
Bentuk hipertermia neonatus yang lebih berat terjadi pada bayi baru lahir maupun bayi lebih tua yang diberi pakaian hangat untuk suhu rendah diluar rumah. penurunan kapasitas berkeringat bayi baru lahir merupakan faktor pendukung.
Hipernatermia dapat turut menyebabkan konvuisi. angka mortalitas dan morbiditas (cedera otak) tinggi hipernatermia telah dihubungkan dengan kematian mendadak. pada bayi dan syoik hemorhagik serta sindrom ensefalopati. keadaan ini dicegah dengan cara mengenakan pakaian pada anak yang sesuai dengan suhu lingkungan sekitarnya.
Bayi yang lebih tua mungkin memerlukan pendingin untuk waktu yang lama dengan pencelupan berulang-ulang atau dengan menggunakan kasur air dingin atau alat induksi hipotermia lain. Sangat penting untuk memperhatikan kemungkinan adanya gangguan cairan dan elektrolit.

2.      JEJAS DINGIN PADA NEONATUS
Jejas dingin pada neonatus biasanya terjadi pada bayi didalam rumah yang pemanasannya tidak cukup selama musim dingin yang kabut bila suhu diluar rumah ada pada kisaran beku. tanda-tanda yang muncul adalah apati, menolak makan, oliguria, dan dingin pada sentuhan. Suhu tubuh biasanya antara 29,50C (85-950F), dan immunobilitas, edema, dan kemerahan pada ekstremitas, terutama bila diamati pada tangan, kaki dan muka. Dapat juga terjadi bradikardi dan apnea.
Rhinitis lazim dijumpai, begitu juga gangguan metabolic yang serius terutama hipoglikemia dan asidosis. Manifestasi perdarahan sering ada, perdarahan peru masih sering ditemukan pada autosi. Pengobatannya terdiri atas penyediaan lingkungan yang cukup hangat. Angka mortalitas sekitar 25%; Sekitar 10% dari yang bertahan hidup mempunyai bukti adanya cedera otak.

3.      EDEMA
Edema menyeluruh (generalisata) terjadi dalam kaitannya dengan hidrop fetalls dan pada anak dari ibu diabetes. Edema pada bayi prematur sering disebabkan karena berkurangnya kemampuan untuk mengekskresi air dan natrium. Bayi dengan penyakit membran hialin menjadi edema tanpa gagal jantung kongestif. Edema dapat muncul bersama jantung akibat lesi jantung kongenital. Lambatnya ekskresi elektrolit dan air di dalam ginjal dapat mengakibatkan edema bila ada kenaikan masukan elektrolit dalam jumlah besar dan mendadak. Edema juga terjadi dalam kaitannya dengan anemia dan defisiensi vitamin E pada bayi prematur. Kadang-kadang hipoproteinemia idiopatik dengan edema yang bertahan / selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan dijumpai pada bayi cukup bulan.
Pada wanita sindrom Turner Edema generalisata dengan hipoproteinemia dapat ditemukan pada masa neonatus yang disertai nefrosis kongenital dan yang jarang yaitu sindrom Hurler, atau sesudah minum susu formula hipoalergen pada bayi dengan pankreas yang mengalami fibrosis kistik.



4.      HIPOKALSEMIA (TETANI)
OSTEOPENIA PREMATURITAS. Pada bayi prematur yang sangat kecil dengan penyakit kronis, sering timbul gejala-gejala seperti rakitis berupa fraktur patologis dan demineralisasi tulang. Mungkin ada kaitannya dengan kolestatis dan malabsorbsi vitamin D atau kalsium; kehilangan kalsium urin karena diuretik; dan masukan kalsium fosfor, vitamin D yang jelek atau toksisitas alumunium. Penanganan fraktur memerlukan imobilisasi dan pemberian kalsium, fosfor dan vitamin D.

5.      HIPOMAGNESEMIA
Hipomagsemia terjadi bila kadar magnesium serum turun dibawah 1,5 mg/dl (0,62 mmol/L) namun, tanda-tanda klinis biasanya tidak berkembang sampai kadar magnesium serum turun dibawah 1,2 mg/dl. Selama transfusi tukar dengan darah yang diberi sitrat, yaitu darah yang ion magnesiumnya rendah karena terikat oleh sitrat, magnesium serum turun sekitar 0,5 mg/dl (0,2 mmol/L), diperlukan waktu sekitar 10 hari untuk kembali normal pada hipomagnesemia noniatrogenik magnesium serum dapat kurang dari 0,5 mg/dl.
Pengobatan segera terdiri atas injeksi intra muskular magnesium sulfat. pada kebanyakan kasus, cacat metabolik bersifat sementara dan pengobatan dapat dihentikan sesudah 1-2 minggu. Beberapa pasien menderita bentuk penyakit permanen yang memerlukan tambahan magnesium oral terus menerus untuk mencegah hipo-magnesemia berulang.

6.      HIPERMAGNESEMIA
Hipermagnesemia dapat terjadi pada bayi baru lahir dari ibu yang diobati dengan magnesium sulfat untuk penyakit eklamsia. Pada kadar serum yang tinggi sistem saraf sentral tertekan dan mengalami paralisis total sehingga memerlukan pernafasan buatan. Kadar yang rentan dapat mengakibatkan hipoventilasi, hipotensi, lesu, flaksiditas dan hiporeflek.
Hipermagnesemia dapat disertai dengan kegagalan mengeluarkan mekoneum (sindrom sumbatan mekoneum). Transfusi tukar telah digunakan sebagai cara cepat untuk membuang ion magnesium dari darah. Garam kalsium dan diuretik juga telah dipergunakan.

7.      PENYAKIT METABOLIK LAIN
Sejumlah kesalahan metabolisme bawaan dapat timbul selama masa neonatus, meliputi fenilketonuria, galaktosemia, defeksiklus urea, asidemia metiamalonat, peyakit urin, sirup maple.

8.      ASIDOSIS METABOLIK LAMBAT
Antara 5 sampai 10% bayi preterm dengan berat badan lahir renda berkembang asidosis metabolik selama usia minggu ke-2 atau ke-3. Biasanya tidak ada riwayat asfiksia, kegawatdaruratan, pernafasan, atau masalah lain dan bayi tampak bersemangat.

9.      TRAUMA DINGIN PADA NEONATUS (NEONATUS COLD INJURY)
Trauma dingin dapat terjadi di udara lingkungan yang dingin. Anak tampak apatik, tidak mau minum, oliguria dan dingin pada perabaan. Suhu tubuh berkisar antara 29,50C – 350C, tampak bayi tidak banyak bergerak, edema dan kemerahan pada tangan, kaki, dan muka dapat terjadi brakikardia dan apnea.
Pengobatan meliputi pemberian kehangatan bertahap dan koreksi gangguan metabolisme terutama hipoglikemia. Pencegahan dapat dilakukan dengan menyediakan pemanas lingkungan yang adekuat.