Manfa'at Dunia Akherat: January 2011

Monday, January 24, 2011

HIPOSPADIA

HIPOSPADIA


A.     DEFINISI
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang.( Sastrasupena, 1995)
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir.( Sastrasupena, 1995)
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu padaglans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.


B.     ETIOLOGI
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
  1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
  1. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
  1. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.(Hassan, Rusepno.(ed). 1985)

C.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2.      Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
3.      Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4.      Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5.      Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6.      Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7.      Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8.      Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9.      Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
(Anderson, 1995)

D.    PATOFISIOLOGI
Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum.
Hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang lubang frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius ditandai pada glans penis sebagai celah buntu.(Anderson, 1995)

E.     GEJALA HIPOSPADIA
1.      Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2.      Penis melengkung ke bawah
3.      Penis seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis
4.      Jika berkemih, anak harus duduk.
(Anderson, 1995)

F.      DIAGNOSIS
a)      Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi.
Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.3 Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine.Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
b)      Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. 
Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.( Anderson, 1995)

G.    KLASIFIKASI HIPOSPADIA
a)         Tipe hipospadia yang lubang uretranya didepan atau di anterior
Hipospadia Glandular 
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
Hipospadia Subcoronal

b)      Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di tengah
Hipospadia Mediopenean


Hipospadia Peneescrotal
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
c)    Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di belakang atau posterior
Hipospadia Perineal
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

H.    KOMPLIKASI
a)      Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap, dan edema.


b)      Komplikasi lanjut
1.      Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
2.      Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
3.      Fistula uretrocutaneus
4.      Striktur uretra
5.      Adanya rambut dalam uretra

I.       PENATALAKSANAAN
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok aga urin tidak “mbleber” ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
  1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok.
Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.


  1. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.

J.      PENCEGAHAN
Sampai saat ini belum ada metode khusus untuk mencegah hipospadia. Namun perlu diperhatikan penggunaan obat-obatan yang mengandung estrogen (misalnya pil KB) selama kehamilan.
Jadi jelas bukan bahwa hipospadia adalah suatu kelainan bawaan, bawalah anak ke dokter agar tidak terjadi komplikasi hipospadia di masa depannya.

K.    PENGOBATAN
a)        Hubungi dokter bedah untuk dilakukan tindakan pembedahan pada hipospadia. Tujuan operasi pada hipospadia adalah agar pasien dapat berkemih dengan normal, bentuk penis normal dan memungkinkan fungsi seksual yang normal. Hasil pembedahan yang diharapkan adalah penis yang lurus, simetris, dan memiliki lubang kencing yang seharusnya yaitu di ujung penis.
b)       Operasi dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama dilakukan pada usia 1,5 sampai 2tahun, hasil yang diharapkan pada operasi pertama adalah penis lurus, walaupun lubang kencing belum berada pada tempat yang normal.
c)        Operasi tahap kedua dilakukan pada 6 bulan setelah operasi tahap pertama, dibentuk muara kencing di tempat yang normal.
d)       Operasi juga bisa dilakukan satu tahap sekaligus pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar.

Wednesday, January 5, 2011

KEJANG

PENGERTIAN KEJANG
1.      Kejang
Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang yang bukan eplepsi?
Tetanus, histeri, dan kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang. Kecuali tetanus, histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian hari dapat menimbulkan epilepsi.

2.      Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang seizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan). Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure

3.      Kejang Pada Bayi
Kejang adalah penyakit pada anak yang disebabkan oleh demam. Sekitar 2-5% anak berumur enam bulan sampai lima tahun umumnya mengalami demam. Namun, tidak sampai menginfeksi otak anak.
Apa yang harus dilakukan bila anak mengalami kejang demam? Walaupun kejang demam terlihat sangat menakutkan, sebenarnya jarang sekali terjadi komplikasi yang berat, yang paling penting adalah tetap tenang.

4.      Kejang-Kejang
Kejang-kejang adalah istilah awam yang konvulsi, yaitu suatu gerakan otot yang kuat dan tidak terkontrol datang secara tiba-tiba. Bilamana rekan atau orang sekitar kita mengalami kejang-kejang. Cobalah untuk tenang. Pangku atau beri bantalan yang lunak dan usahakan agar melindungi kepalanya agar tidak membentur benda/ lantai/ dinding yang keras. Biarkan penderita mengalami proses kejang-kejang (sekitar 2-4 menit, bila lebih segera dipanggil dokter), jangan memasukan air atau makanan kedalam mulutnya, beri ruang dan jarak dari kerumunan orang agar mendapat udara segar dan ketenangan. Setelah penderita tenang dan tidak mengalami recovery position adalah posisi tidur dengan badan menghadap ke kanan (sisi kanan badan berada dibawah). Tangan menyangga kepala, dan kaki yang berada diatas ditekuk. Posisi ini berguna untuk mencegah ludah menghambat saluran pernafasan (saat nafas belum stabil). Selain itu dalam posisi tidur ini, jantung (berada di sisi kiri badan) berada lebih tinggi ke otak, sehingga aliran darah ke otak akan lebih lancar (karena darah tertarik gravitasi dan menuju ke tempat yang lebih rendah)

5.      Kejang demam
KEJANG pada neonatus didefinisikan sebagai suatu gangguan terhadap fungsi neurologis seperti tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom.
Periode bayi baru lahir (BBL) dibatasi sampai hari ke-28 kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk bayi prematur, batasan ini biasanya digunakan sampai usia gestasi 42 minggu.
Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari. Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupannya kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka panjang.
Insiden kejang pada neonatus di Amerika Serikat belum diketahui dengan jelas, diperkirakan adalah 80-120 pada setiap 100.000 neonatus setiap tahun.

Bagaimana terjadinya kejang?
Neuron dalam susunan saraf pusat (SSP) mengalami depolarisasi sebagai akibat dari masuknya kalium dan repolarisasi timbul akibat keluarnya kalium. Kejang timbul bila terjadi depolarisasi berlebihan akibat arus listrik yang terus-menerus dan berlebihan.
Volpe mengemukakan empat kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi yang berlebihan yaitu:
  1. Gagalnya pompa natrium kalium karena gangguan produksi energi
  2. Selisih relatif antara neurotransmitter eksitasi dan inhibisi
  3. Defisiensi relative neurotransmitter inhibisi dibanding eksitasi
  4. Perubahan membran neuron menyebabkan hambatan gerakan natrium.
Tetapi, dasar mekanisme kejang pada neonatus masih belum dapat diketahui dengan jelas. Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, yaitu:
  1. Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering. Timbul dalam 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
  2. Perdarahan otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma pada kepala. Perdarahan subdural yang biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan kejang
  3. Gangguan metabolik.
  1. Kekurangan kadar gula darah (Hipoglikomia), sering timbul dengan gangguan pertumbuhan dalam kandungan  dan pada bayi dengan ibu penderita diabetes melitus (DM). Jangka waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan merupakan waktu timbulnya kejang. Kejang lebih jarang timbul pada ibu penderita diabetes, kemungkinan karena waktu hipoglikemia yang pendek.
  2. Kekurangan kalsium (hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah, bayi dengan ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi dengan ibu penderita hiperparatiroidisme.
  3. Kekurangan natrium (Hiponatremia)
  4. Kelebihan natrium (Hipernatremia), biasanya timbul bersamaan dengan dehidrasi atau pemakaian bikarbonat berlebihan.
  5. Kelainan metabolik lain seperti:
  • Ketergantungan piridoksin mengakibatkan kejang yang resistan terhadap antikonvulsan.
Bayi dengan kelainan ini mengalami kejang intrauterin dan lahir dengan meconium staining
  • Gangguan asam amino
Kejang pada bayi dengan gangguan asam amino sering disertai dengan manifestasi neurologi. Hiperamonemia dan asidosis sering timbul pada gangguan asam amino.
  1. Infeksi sekunder akibat bakteri atau nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal
  1. Infeksi bakteri
Meningitis akibat infeksi group B Streptococcus, Escherechia coli, atau Listeria monocytogenes sering menyertai kejang selama minggu pertama kehidupan.
  1. Infeksi nonbacterial
Penyebab nonbacterial seperti toxoplasmosis dan infeksi oleh herpes simplex, cytomegalovirus, rubella dan coxackie B virus dapat menyebabkan infeksi intrakranial dan kejang.

PENGERTIAN TETANUS NEONATORUM
1.      Tetanus Neonatorum
Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan intra uterus ke kehidupan intra uterin hingga berusia kurang dari 1 bulan. (Asri Rosad, 1987) Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari Saifuddin, 2000) Etiologi Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.

2.      Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clastridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun yang menyerang system saraf pusat).

3.      Tetanus Neonatorum
Tetanus berasal dari kata tetanus (Yunani) yang berarti peregangan.
Tetanus Neonatorum:
Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejang-kejang (WHO, 1989). Kejang yang sering di jumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih. (Ngastijah, 1997)

4.      Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat dicegah namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi eksotosin dari kuman Clostridium tetani gram positif, dimana kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat menyerang system syaraf pusat.
Masa inkubasi kuman 3-28 hari, namun biasanya 6 hari, dimana kematian 100% terjadi terutama masa inkubasi < 7 hari.
Faktor predisposisi
-        Adanya spora tetanus
-        Adanya jaringan yang mengalami  injury, misalnya pemotongan tali pusat
-        Kondisi luka tidak bersih, yang memungkinkan perkembangan mikroorganisme host yang rentan

Faktor resiko
-        Imunisasi TT tidak dilakukan/ tidak sesuai dengan ketentuan program
-        Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai APN
-        Perawatan tali pusat tidak memenuhi standar kesehatan

Pencegahan
-        Imunisasi TT
-        Memperhatikan sterilitas saat pemotongan dan perawatan tali pusat
Kekebalan diperoleh melalui imunisasi TT
Sembuh tidak berarti kebal terhadap tetanus

Toksin tetanus
-        Menyebabkan penyakit tetanus
-        Tidak cukup merangsang pembentukan zat antibody terhadap tetanus
-        Harus tetap imunisasi TT
Imunisasi TT merangsang pembentukan antibody spesifik yang mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil  mendapatkan imunisasi TT, sehingga terbentuk antibody dalam tubuhnya. Antibody tetanus termasuk golongan Ig G, melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin keseluruh tubuh janin yang dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum.

Gejala
-        Bayi yang semula dapat menetek, kemudian sulit menetek karena kejang otot rahang dan faring.
-        Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan
-        Kejang terutama bila terkena rangsang cahaya, suara, sentuhan
-        Kadang disertai sesak nafas dan mulut bayi membiru
-        Suhu tubuh meningkat
-        Kaku kuduk
-        Kekakuan disertai sianosis.
-        Nadi meningkat
-        Berkeringat banyak
-        Tidak dapat menangis lagi
-        Mata terus tertutup
-        Dinding perut keras
-        Kesadaran baik.

Komplikasi
-        Bronkopneumonia
-        Asfiksia
-        Sianosis akibat obstruksi jalan nafas oleh lender/ secret.

Prognosa
-        Bayi mengalami panas atau peningkatan suhu (prognosa buruk)
-        Bayi dapat bertahan lebih dari 4 hari (dapat disembuhkan)
-        Untuk penyembuhan sempurna membutuhkan waktu beberapa minggu
-        Angka mortalitas 50%
-        Penyakit ini fatal pada BBL

Penanganan
-        Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan antispasmodic
-        Membersihkan jalan nafas agar bayi dapat menghirup udara dengan bebas
-        Pemasangan spatel lidah yang dibungkus dengan kain untuk mencegah lidah tergigit
-        Mencari tempat masuknya spora tetanus pada tali pusat atau telinga
-        Mengobati penyebab tetanus dengan antibitika
-        Melakukan perawatan yang adekuat, dengan pemberian oksigen, nutrisi serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
-        Ditempatkan di ruang tenang dengan sedikit sinar.